Seluruh Dubes Negara Produsen Sawit Surati Presiden Uni Eropa

Politik0 Views

JAKARTA-Indonesia dan negara-negara produsen minyak sawit (CPO) mengambil sikap. Mereka menyurati Presiden Uni Eropa dan pemangku kepentingan lainnya untuk bisa menerima negara-negara penghasil sawit.

Ini merupakan reaksi terhadap laporan Parlemen Eropa pada 17 Januari 2018 lalu, yang mengusulkan agar Uni Eropa (UE) menghentikan minyak sawit di biofuel pada tahun 2021.

Melalui KBRI Brussel, Indonesia mengkoordinasikan sikap dan langkah itu bersama semua negara-negara produsen sawit dari Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, serta Afrika,

Sebagai langkah awal, para Duta Besar negara penghasil CPO itu berkirim surat kepada Presiden Parlemen Eropa serta pemangku kepentingan lain di UE pada 15 Februari 2018.

Surat itu telah dikirimkan ke UE dengan harapan agar institusi UE dapat menerima posisi negara-negara produsen sawit, termasuk Indonesia.

“Menggandeng perwakilan seluruh negara produsen sawit di Belgia, Indonesia memastikan agar posisi Indonesia dan yang lain didengar dan didukung UE. Dengan beegitu ke depan usulan Report itu ditolak sebagai sebuah directive dan tidak merugikan kepentingan nasional kita,” kata Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Brussel, Dupito D Simamora dalam pernyataan tertulisnya.

Sebelumnya, Indonesia telah menyampaikan sikap tegas melalui pendekatan yang dilakukan pada berbagai tingkatan, termasuk melalui surat Menlu RI kepada HRVP Federica Mogherini dan para Menlu negara-negara UE.

Juga sudah dilakukan pendekatan di Jakarta maupun di Brussel terhadap semua pemangku kepentingan di tiga institusi Uni Eropa.

Kendati telah diadopsi pada 17 Januari 2018 lalu, tapi Report itu bukan merupakan keputusan final UE. Sebab agar menjadi sebuah dokumen mengikat, perlu ada kesepakatan antara PE, KE dan DE melalui suatu proses trialogue yang direncanakan baru akan dimulai pada minggu keempat Februari 2018.

KBRI Brussel telah dan akan terus mendorong sikap negara produsen sawit sebelum dan setelah proses trialogue. Harapannya agar rencana UE untuk phase out palm oil-based biofuel pada 2021 tidak dilakukan. Itu karena tidak sejalan dengan prinsip free and fair trade.

“Laporan itu juga dipandang tidak adil karena minyak sawit di-phase out satu dekade lebih awal dari crops-based biofuel lainnya, seperti rapeseed dan soybean pada 2030,” kata Dupito. ass/jss