Indonesia Bisa Buka Ritel CPO di Pakistan dan Rusia

Indonesia bisa membuka penjualan ritel minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya di beberapa negara, utamanya di Pakistan dan Rusia. Caranya dengan mendirikan tangki penampung di negara-negara itu, dan melayani penjualan pada importir kelas menengah.

Namun disarankan agar yang membangun pelabuhan khusus serta tangki-tangki itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ini agar langkah itu mudah untuk direalisasi serta aman. Ini dikatakan  Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga.

Langkah ini, menurut Sahat, untuk menyiasati hambatan perdagangan yang selama ini ada. Utamanya ke sejumlah pasar tradisional CPO dan turunannya, seperti Eropa dan Amerika Serikat. Negara-negara itu masih terus melakukan kampanye hitam soal sawit, juga mengenakan hambatan tarif.

Maka untuk menggarap pasar non-tradisional yang daya belinya tidak cukup tinggi itu perlu cara lain, yaitu melayani pembelian secara ritel.

Sebab selama ini, eksportir mengirimkan CPO dan turunannya dalam jumlah besar hingga di atas 1.000 ton. Dengan mendirikan tangki di negara tujuan, maka eksportir dapat melayani pembelian dalam jumlah puluhan atau ratusan ton.

“Tapi yang kami harapkan, yang bikin itu perusahaan pemerintah (BUMN). Bukan swasta. Swasta tidak bisa. Kalau pemerintah yang punya, maka aman dan tidak memihak,” kata Sahat.

Selain itu, menurut Sahat, dengan melayani pembelian secara ritel, maka eksportir tidak perlu lagi mengurus letter of credit (L/C) karena bisa menerima pembayaran secara tunai dari importir pembeli.

Jika langkah ini dilakukan, menurut Sahat, akan mampu meningkatkan ekspor CPO dan turunannya ke Pakistan serta Rusia. Sebab kata dia, data DMSI menyebutkan, bahwa volume pengapalan ke dalam dua negara itu masing-masing 1,2 juta ton dan 350.000 ton.

“Di Pakistan setidaknya perlu didirikan tangki berkapasitas 300.000 ton dengan nilai investasi US$25 juta.  Ini menyelesaikan masalah, daripada kita pusing terus sama AS dan Eropa,” tambahnya. jss

Share