Somo Salidi memang misterius. Dia sering dirumorkan bisa ‘cat ilang cat ora’ . Bisa menghilang seketika dan kembali seketika. Dan tanpa sepengetahuan banyak orang, Sumo Salidi sering kedatangan tamu yang disebut-sebut sebagai muridnya. “Perguruan ilmunya itu sebenarnya tidak ada. Kegiatan di rumahnya pun kalau kedatangan tamu hanya diisi wejangan dan selamatan,”kata Kiai Mochtar.
Dalam kegiatannya sehari-hari, Sumo Salidi pun tak menampakkan diri sebagai orang yang punya ilmu tertentu. Dia biasa terlihat menggembala kambingnya dan mencari kayu bakar di tepi hutan. Kalaupun punya ilmu yang sangat nampak di masyarakat, dia dikenal bisa men-’suwuk’ (mengobati) anak kecil yang ‘sumeng’ (rewel) atau sakit.
Sumo Salidi yang meninggal pada tahun 1994 (berusia 90 tahun) itu, pada tahun 1984 pernah diisukan akan dimasukkan dalam daftar Petrus (penembakan misterius), karena Kasus Sumo Bawuk yang mencuat itu. Dia meninggalkan dua orang istri, anak tiri dan cucu keponakan. Seorang anak tirinya yang bernama Majid kini tinggal di Sambirojong, Blabak, Kediri.
Ketika diinterogasi polisi dulu, dia menyebutkan mempunyai empat mantera untuk menggunakan ajaran ‘Sumo Bawuk’-nya. Memperkosa perawan untuk kesaktian. Namun hingga sekarang tidak diperoleh keterangan yang jelas. Baik keluarga maupun orang-orang yang pernah dekat dengannya tak satu pun yang diberi atau diwarisi ajian Sumo Bawuk itu.
Sebagai orang tua yang juga dituakan ilmunya, memang Sumo Salidi dulu menjadi tempat konsultasi atau minta petunjuk bagi masyarakat yang akan punya hajat. Seperti mantu, mengkhitankan anaknya, mendirikan atau pindah rumah dan sebagainya. Dia sering dimintai tolong untuk mencarikan hari baik. “Dulu murid-muridnya banyak terdapat di sekitar persil (perkebunan) di Wates. Namun sekarang tak bisa ditemukan satupun di antara mereka. Kalau disini dulu Mbah Sumo dikenal pula dengan sebutan Sumo Sogok,”ujar Kiai Mochtar. (bersambung/posmo/Djoko Su’ud Sukahar)