Indah tapi angker. Itu Pulau Karimunjawa yang juga dikenal sebagai Pulau Harta Karun. Untuk itu kapal-kapal yang melewati daerah ini pada malam hari diminta lebih baik memilih menjauhi daratan daripada kapalnya terdampar di karang-karang yang tajam.
Kepulauan Karimunjawa merupakan satu wilayah Kecamatan Karimunjawa (KJ) masuk Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Untuk mencapai kepulauan ini memerlukan waktu sekitar 5 jam dari Pelabuhan Jepara dengan menggunakan KMP Muria atau sekitar 6-7 jam dengan kapal kecil (kapal nelayan).
KMP Muria sebagai kapal penyebarangan Jepara – Karimunjawa melakukan pelayaran dua kali seminggu, Rabu dan Sabtu setiap pukul 09.00 WIB. Atau mencarter pesawat udara karena di Pulau Kemojan terdapat landasan pesawat terbang.
Kepulauan KJ terdiri dari 28 pulau dengan Pulau Karimunjawa sebagai induk dan pusat kegiatan masyarakat. Sejak beberapa tahun lalu Pulau Kemojan sudah menjadi satu dengan pulau KJ karena telah dibangun jembatan yang menghubungkan kedua pulau itu.
Secara berurutan dari sebelah barat adalah Pulau Katak, Nyamuk, Kembar, Kumbang, Parang, Ketel, Kerakal Besar, Kerakal Kecil, Bengkoang, Nyawaan, Cemara Besar, Cemara Kecil, Burung, Geleang, Menjangan Kecil, Menjangan Besar, Karimun Jawa, Kemojan, Sintok, Cendekian, Genting, Seruni, Sambangan, Gundul, Cilik, Tengah, dan Pulau Batu.
Dari jumlah tersebut hanya 5 pulau yang berpenghuni. Di antaranya Pulau KJ, Kemojan, Genting, Nyamuk, dan Pulau Parang. Diperkirakan jumlah penduduk di kepulauan tersebut sekitar 8 ribu jiwa.
Sekarang ini di Pulau Nyawaan sedang dibangun sarana wisata lengkap dengan penginapan super luks oleh Mr Luck dari Swedia. Untuk menyeberang ke KJ juga tidak bisa sembarang waktu. Apalagi jika musim angin barat dimana gelombang laut sangat besar yang tidak mungkin untuk dilayari.
Syahbandar Karimunjawa, Yusuf Pramono SH, mengatakan, bahwa seperti halnya wilayah lautan lain di laut Jawa juga berlaku musim angin. Ada musim angin yang bisa dilayari dan musim angin yang berbahaya untuk diseberangi.
Musim angin yang cukup teduh untuk dilayari adalah Angin Timur yaitu sekitar bulan Pebruari sampai Agustus. Pada kondisi alam ini tidak ada gelombang laut berbahaya dan cukup baik untuk dilayari.
Musim lain yang tidak terlalu berbahaya adala musim angin pancaroba yaitu pada sekitar September-Oktober, dan gelombang laut sangat besar pada musim angin barat, sehingga sering kapal-kapal besar tidak berani turun laut.
Jika kondisi demikian maka tidak ada jalur yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Karimun Jawa hingga waktu cukup lama. “Pernah satu bulan tidak ada kapal yang berani menyeberang,” ungkap Yusuf.
Dihuni Beragam Suku
Penghuni kepulauan di tengah Laut Jawa ini sangat beragam sehingga bisa disebut sebagai miniatur Indonesia. Mereka berasal dari bermacam suku bangsa diantaranya suku Jawa, Madura, Bugis, Mandar, Bajo, Buton, dan Makasar. Tak heran jika di daerah ini banyak rumah masyarakat yang bergaya Sulawesi. Meski demikian pengaruh budaya Jawa lebih kental, terutama untuk bahasa sehari-hari yang menggunakan bahasa Jawa. Namun, masyarakatnya menguasai berbagai bahasa.
Guru sejarah SLTPN I Karimunjawa, Aida Mustafa Spd, yang pernah menelusuri sejarah di kepulauan ini memperkirakan bahwa penduduk KJ yang ada sekarang ini merupakan generasi baru yang datang pada awal tahun 1900-an. “Jadi bukan merupakan penerus generasi-generasi terdahulu, yakni zaman Sunan Nyamplungan (1550),” jelasnya.
Kehadiran mereka karena ketertarikan akan kekayaan alamnya, diperkirakan hampir 300 jenis ikan hias ada di wilayah ini. Apalagi panorama laut yang tiada duanya yang hingga saat ini banyak yang belum terjamah tangan manusia. Menyusuri kepulauan KJ seakan memasuki dunia lain. Sepanjang pantai dan beberapa ratus meter dari pinggir daratan masih bisa menikmati taman laut.
Karimunjawa berasal dari bahasa Jawa ‘Kremun-kremun’ (samar-samar). Menurut legenda ketika itu Sunan Muria sebagai paman Sunan Nyamplungan (putra Sunan Kudus) ingin mengetahui keberadaan kemenakannya di KJ. Setelah diberitahu oleh santri Sunan Nyamplungan yang mengunjunginya, kemudian Sunan Muria dari Gunung Muria melihat letak pulau itu yang dikabarkan di tengah lautan.
“Pulau-ne kok adoh banget, tak pirsani wae kremun-kremun soko Jowo kene. Maturo marang putraku Amir Chasan (nama Sunan Nyamplungan) pulau paran dununge putraku kuwi tak jenengke Karimunjowo sing ateges kremun-kremun soko Jowo. Lan Karimunjowo ugo ateges pulau kang mulio ing laut Jowo,”
(Pulaunya kok jauh sekali, saya lihat samar-samar dari Jawa ini. Sampaikan kepada Putraku Amir Chasan, kalau pulau tempat tinggalnya saya namakan Karimunjawa yang berarti samar-samar dari pulau Jawa. Dan Karimunjawa juga berarti pulau yang mulia di laut Jawa).
Pulau Harta Karun
Pulau Karimunjawa sampai saat ini banyak menyimpan misteri. Sudah puluhan orang dan lembaga yang mencoba mengungkap misteri kepulauan ini, namun sebanyak itu pula misteri-misteri yang belum terungkap. Beberapa titik di kepulauan tersebut telah ditemukan berbagai benda-benda peninggalan, mulai dari goa-goa dan dasar laut di sekitar KJ.
Bahkan salah satu tempat di lautan dasar laut tersebut terlihat sebuah kapal yang terdampar di karang dan kemudian tenggelam.
Selama ini telah banyak ditemukan benda-benda keramik asal Cina yang diperkirakan dari kapal-kapal dagang Cina zaman dahulu termasuk sejarah pasukan perang Khubilai Khan yang ingin menyerang kerajaan di Jawa. Karena banyaknya benda-benda bersejarah yang tertimbun di bumi KJ pulau ini juga dikenal sebagai Pulau Harta Karun.
Kepulauan Karimunjawa tidak boleh diremehkan. Masyarakat KJ memiliki keyakinan bahwa kesaktian dan kearifan Sunan Nyamplungan semasa hidup sebagai cikal bakal KJ masih berpengaruh di wilayah itu dan menjaga kehidupan di sana.
Bagi pengunjung atau pendatang yang akan menetap di KJ baik untuk sementara karena mengemban tugas atau untuk berwisata oleh masyarakat setempat biasanya disarankan menemui Plawangan Sunan Nyamplungan untuk ‘mohon izin’.
Telah banyak nyawa melayang di kepulauan KJ karena terlalu menganggap enteng dan berlaku sombong. Tidak terhitung banyaknya orang yang telah diperingatkan untuk tidak berbuat sembrono. Misalnya tenggelamnya kapal Tongkol pada 1992 yang menewaskan puluhan penumpangnya, tragedi tersebut diyakini karena salah seorang penumpang telah berbuat jahil.
Menurut beberapa tokoh masyarakat setempat, orang yang berada di KJ bertindak semena-mena dan sekeluar dari situ hidupnya sengsara. Padahal sebelumnya kaya dan ditakuti orang. Tanpa menyebut nama, biasanya mereka itu adalah para pejabat atau aparat yang ditugaskan oleh instansi ke KJ, tetapi selama di kepulauan itu hanya uang dan uang yang dipikirkan sehingga banyak warga yang dirugikan.
Lautan di seputar kepulauan KJ juga terkenal keangkerannya. Sudah banyak kapal yang karam atau tenggelam tanpa sebab yang jelas. Pada awal Mei 1999 sebuah kapal bermuatan sekitar 250 kubik kayu gelondongan terdampar di sekitar Pulau Nyamuk. Akibatnya nilai kayu yang diperkirakan mencapai Rp 250 juta itu ludes.
Sesepuh Pulau Nyamuk, La Paija, mengatakan bahwa sudah banyak kapal yang terdampar di karang-karang yang tersebar di kepulauan tersebut. Padahal kebanyakan para nakhoda kapal sudah berpengalaman melewati jalur itu.
Banyak cerita aneh seputar tenggelamnya kapal-kapal tersebut. Misalnya nakhoda mendengar ada orang yang berteriak memberi aba-aba untuk menepikan kapalnya, tahu-tahu kapalnya sudah berada di atas karang dengan kondisi hancur.
Seringkali kapal-kapal yang melewati jalur-jalur di KJ pada malam hari terkecoh, baik nakhoda, ABK, maupun penumpang kapal seolah-olah melihat Pelabuhan Semarang dengan lampu-lampu yang berkelip-kelip. Setelah didekati untuk bersandar ternyata kapal telah menabrak batu karang besar. “Kejadian-kejadian aneh seperti itu bukan hal yang baru bagi masyarakat Karimunjawa, harus hati-hati memasuki wilayah ini,” ujar La Paija.
Saiman, warga Pulau Parang yang jaraknya sekitar 2 jam arah barat Pulau Karimunjawa dengan kapal nelayan mengatakan, bahwa ada pulau yang disebut Karang Kapal kadang-kadang muncul dan kadang hilang. “Inilah yang membuat orang kebingungan,” kata Saiman.af/jss