Keluarga-keluarga raja sekarang di Bali dan Lombok adalah keturunan dari Raja Erlangga. Dalam cerita kuno di Borobudur disebutkan, bahwa semua itu, keluarga-keluarga raja di Jawa, adalah satu keturunan. Itu bermula dari Putra Mahkota dari Jogyakarta yang mengunjunginya di tahun 1710.
Tetapi Borobudur ditemukan kembali selama pendudukan Inggris yang tak lama di Jawa. Gubernur Jenderal Sir Stamford Raffles sangat tertarik pada kuil dan reruntuhan yang ada di Pulau Jawa. Ia memerintahkan penggalian, dan segera tahu, bahwa itu memakan waktu bertahun-tahun. Dan sebelum selesai, pemerintahnya harus mengembalikan pulau-pulau jajahannya itu pada Belanda.
Pemerintah Belanda mempunyai pekerjaan lain yang lebih penting. Yaitu melakukan pengerukan harta di Pulau Jawa untuk kemakmuran negerinya. Dan penyelidikan mengenai ketuaan candi ini tak dilakukan sungguh-sungguh sampai pertengahan abad ke-19.
Sayang sekali monumen yang tak ada bandingannya ini tidak sedari awal di bawah pengawasan pemerintah yang berkuasa. Akibatnya, beberapa patung telah dipindahkan ke museum, atau dipersembahkan pada pengunjung penting.
Itu makn parah saja, karena penduduk desa di sekitar lokasi menggunakan reruntuhan itu sebagai tempat penggalian batu dengan cara kasar dan merusak, sebagaimana umumnya dilakukan warga yang sama di seluruh dunia.
Sekarang pemerintah benar-benar sadar akan kepentingan yang luar biasa itu. Pemeliharaan candi dibebankan padanya, dan telah didirikan sebuah departemen khusus untuk proteksi serta restorasi dari kebingungan-kebingungan itu.
Restorasi telah dilakukan dengan penuh perhatian, dan menambahkan batu-batu yang hilang untuk menyangga bangunan. Tetapi penambahan batu itu tak dicoba secara kreatif. Melukis atau mengukirnya, untuk mendekatkan pada bentuk aslinya. Akibatnya, batu yang baru itu adalah batu yang benar-benar bersih, dan tak terlihat bentuk seninya yang asli. (jss/bersambung)