Dari dasar ini timbullah bagian kedua dari bangunan ini, yang terdiri dari 4 tingkatan persegi empat panjang. Masing-masing merupakan sebuah teras atau serambi antara dinding-dinding di atasnya yang terbuka. Pada dinding-dinding inilah ditemukan ukiran-ukiran yang luar biasa.
Pada kedua belah fihak jika berjalan sepanjang serambi itu biasanya dua baris gambar-gambar satu di atas lainnya. Baris yang teratas pada dinding utama dari serambi terendah menggambarkan riwayat hidup terakhir dari Sidharta Gautama (Buddha), sebagaimana diceritakan dalam buku Sansekerta Lalita Vistara.
Sedangkan gambar-gambar yang lain menggambarkan pelajaran beliau dalam tingkatan berturut-turut dari surga. Tiga flatform (mimbar) yang berbentuk bundar dari sebuah dagoda yang besar di tengah-tengahnya, niscaya ketujuh tingkatan ini dimaksudkan untuk melambangkan ketujuh alam.
Archeolog Belanda, yang terkenal, Professor Krom, menulis dalam Life of Buddha : ” Sehubungan dengan arti kosmis dari bangunan itu, maka serambi-serambinya dihiasi penuh, tetapi platform-platform (mimbar-mimbar) yang lain dengan dunia rupa di bawah dimaksudkan untuk melambangkan dunia “arupa” (tanpa bentuk) dan tak dihiasi.
Hiasan-hiasan tadi merupakan pelajaran kebajikan pada si penganut jika ia memanjat stupa itu. Dan dengan demikian mempersiapkan untuk memperoleh pandangan yang tertinggi menurut Mahayana. Dengan jalan ini ia secara spiritual dibawa juga pada tingkatan yang lebih tinggi jika ia mendekati stupa tengah.
Terlepas dari ukiran-ukiran, maka dalam keempat serambi ini, 432 patung Sang Buddha yang lebih besar diatur pada jarak tertentu sepanjang dinding-dinding. Masing-masing duduk dalam ceruknya sendiri (Niche) atau mengundurkan diri dalam tempat suci. (jss/bersambung)