Burung Surga (15) : Kaya Raya, Tsa’labah Lupa Salat dan Zakat

Humaniora0 Views

Hari berganti hari, bulan berganti tahun. Kambing-kambing yang dipelihara Tsa’labah bertambah banyak, hingga harus mengembala ke tempat yang semakin hari semakin jauh. Akibatnya, Tsa’labah pun semakin jarang bisa berjamaah di masjid bersama Nabi dan para sahabatnya.

Ia hanya bisa berjamaah pada salat Jumat, seperti para khatib sekarang ini, termasuk modin dan pejabat agama. Malah banyak pula orang yang mandi junub untuk Jumat atau hanya setahun sekali setiap hari raya.

Lama-lama kambing Tsa’labah terus berkembang biak dan sudah mencapai jumlah lebih dari seratus ekor. Tsa’labah pun mulai enggan membayar zakat. Ia takut. Kalau itu dilakukan, akan mengurangi kambing yang sudah dengan sudah payah ia pelihara dan dikembangbiakkan.

Dan lama-lama, Tsa’labah juga mulai meninggalkan salat seperti permintaan isterinya. Sebab kata istrinya, salat tidak bisa menambah harta. Daripada salat, mending menggembalakan kambing.

Sedang soal zakat, kata istri Tsa’labah, tidak ada gunanya, malah mengurangi harta saja. “Hidup manusia itu asal kaya akan menjadi gampang dan semuanya bisa diatur,” kata istrinya, yang diamini Ki Tsa’labah.

Suatu hari Tsa’labah pergi melakukan salat Jumat di masjid, setelah sekian lama tidak ia lakukan. Tsa’labah menyapa para sahabat, tetapi para sahabat itu tidak satu pun yang menanggapi.

Rumah Tsa’labah juga tak pernah lagi dikunjungi sahabat. Itu semua akibat ulah Tsa’labah yang selama ini mengingkari janji dan meninggalkan syariat.

Ketika diminta membayar zakat, seperti orang ditagih hutang. Ki Tsa’labah selalu menjawab belum ada dan terus berjanji akan membayar di hari-hari mendatang. Ketika hari itu datang, Tsa’labah pun berjanji dan berjanji lagi.

Perubahan perilaku Tsa’labah itu kemudian disampaikan para sahabat kepada Nabi. Tsa’labah telah melupakan janjinya kepada Rasul karena kini lebih sibuk ngurus hartanya dibanding beribadah. Begitu laporan para sahabat kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Seperti lafal hadits ‘waman ahabba syaiin, fa huwa abdun lahu’ (barang siapa yang lebih mencintai sesuatu, maka ia akan menjadi abdinya). Senang kuda akan menyabit atau membeli rumput. Wa inna azwajakum wa anwalakum (isteri dan uang akan menjadi fitnah). Namun jika dipakai secara benar merupakan amal saleh. Jika untuk amal jariyah, maka akan menjadi tangga surga”. (bersambung)