Leluhur Murka, Gunung Batu Cadas Pangeran Koyak

Humaniora0 Views

Tanggal 12 Maret 1812, bukit cadas berhasil dibobol menjadi sebuah jalan. Jalan ini kemudian diberi nama Cadas Pangeran.

Untuk mengenang kepahlawanan Pangeran Kornel, didirikanlah sebuah tugu. Dalam perkembangannya, dibuatlah jalan baru di atas bukit cadas itu. Namun tiba-tiba ada kejadian mengerikan. Tebing Cadas Pangeran runtuh.

Cadas Pangeran yang semula tebing batu cadas yang keras dan terjal, telah menjadi jalan yang berkelok-kelok. Dari segi kepariwisataan, kondisi jurang terjal di sisi jalan Cadas Pangeran sangat potensial. Sebab beberapa bagian di antaranya memiliki pemandangan sangat indah. Bahkan di sekitar Tugu Cadas Pangeran di Kampung Singkup, telah berdiri kios-kios dan galeri. Di sana tersedia penganan khas Bandung dan Sumedang. Ada pula yang menyediakan cendera mata untuk dijual.

Keindahan beberap bagian di wilayah Cadas Pangeran cukup menyedot minat wisataan. Namun begitu, kesan angker bukit Cadas Pangeran masih kental.

Tebing curam dan dinding batu ditepi jalan, senantiasa membayangi nuansa masa lalu. Yakni banyaknya korban ketika pembuatan jalan Cadas Pangeran awal abad 18 lalu.

Diganggu Lelembut

Melewati jalan Cadas Pangeran memang harus hati-hati. Tak boleh sembrono dan ceroboh. Secara logika, jalan yang berkelok-kelok memang bahaya. Apalagi bila musim hujan atau melakukan perjalanan di malam hari.

Kecelakaan-kecelakaan sering terjadi akibat kecerobohan itu. Adanya bus dan truk yang masuk jurang, atau tabrakan, adalah contohnya.

Namun, dalam pandangan supranatural, bukit Cadas Pangeran bukanlah tempat biasa. Di sini sering terjadi kejadian-kejadian gaib yang mengerikan.

Misalnya, ada pengguna jalan diganggu bangsa lelembut yang menjelma menjadi wanita cantik. Atau adanya pengemudi truk yang dihadang seekor ular raksasa. Namun, sejauh ini bangsa lelembut itu tak pernah meminta korban.

Yang menambah deretan gelar angkernya Cadas Pangeran juga ada. Yakni seringnya kawasan ini dijadikan tempat pembuangan mayat. Karena daerah ini sepi dan masih ditumbuhi lebatnya hutan bambu, tak jarang mayat-mayat itu baru ditemukan setelah kondisinya rusak.

Baik warga maupun aparat polisi mensinyalir, mayat ituadalah hasil pembunuhan. Sehingga untuk menghilangkan jejaknya, mereka membuang ke jurang Cadas Pangeran ini.

60 Tumbal Nyawa

Kewingitan Cadas Pangeran sangat kentara. Itu tak lain karena kondisi alamnya. Yakni berada di lingkungan bukit cadas yang  lembab dan berlumut.

Selain itu, seperti diungkap Kuncen Cadas Pangeran, Ki Lukman, rute sepanjang jalan Cileunyi, Bandung sampai batas Susuhunan Gunung Djati, Cirebon termasuk Cadas Pangeran, sudah dipatok sebagai jalan berbahaya.

Menurut Ki Lukman, sepanjang jalur itu, selama tiga tahun berturut-turut, dalam setahunnya akan terjadi 60 orang mati sebagai tumbal. Kematiannya adalah akibat kecelakaan lalu lintas.

Ki Lukman sendiri tidak bersedia menyebut yang meminta tumbal itu. Namun, kuncen yang tubuhnya pernah dihajar puluhan bacokan dan membuat pergelangan tangan kanannya putus ini, hanya memberi peringatan hati-hati.

“Dalam seminggu sebenarnya ada hari-hari yang harus diwaspadai. Bila manusia ceroboh, maka ia akan celaka. Termauk saat menggunakan jalur Cileunyi-Susuhunan Gunung Djati Cirebon. Oleh sebab itu harus waspada diiringi mohon keselamatan kepada Allah SWT,” katanya.

Leluhur Murka

Soal Jalan Cadas Pangeran, pakar perhubungan sudah mewanti-wanti akan kerawanannya. Mengingat usianya sudah tua dan kondisi alamnya.

Meskipun perbaikan-perbaikan jalan sudah dilakukan, tapi sewaktu-waktu bencana runtuh dapat terjadi. Untuk itulah, tahun 1995, jalan alternatif pengganti jalan Cadas Pangeran dibuat. Jalan baru ini melintasi puncak bukit Singkup. Kondisinya menyalip jalan Cadas Pangeran di bawahnya.

Namun dalam pelaksanaanya, terjadi kecerobohan. Pihak kontraktor telah seenaknya membuldozer lokasi Cadas Pangeran secara membabi buta. Itu dilakukan tanpa pertimbangan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Akibatnya beberapa makam leluhur diobrak-ambrik.

Adapun makam leluhur yang dibuldozer itu adalah Eyang Ulawacana, Eyang Tunggur Watan, Nyi Mas Dewi Rencing Wesi, Nyi Mas Ardiah, Nyimas Radiah, Eyang Kuru Nuleuleus, dan Nyi Mas Ratu Sangiang Danuarsih.

Apa yang terjadi? Beberapa waktu kemudian, terjadilah peristiwa mengerikan. Pada hari Jumat subuh di tahun 1995, tebing Cadas Pangeran runtuh.

Kejadian itu menewaskan 14 orang. Menurut Ki Lukman, para leluhur Cadas Pangeran murka. Mereka tidak senang dengan tindakan gegabah kontraktor yang membuldozer makam-makamnya.

Ki Lukman melihat runtuhan batu-batu itu seperti dilempar-lemparkan oleh sebuah kekuatan dari atas. “Itulah arwah leluhur yang sedang marah. Melemparkan batu-batu,” kata Ki Lukman.

Sejak kejadian itu, pihak kontraktor pun sadar. Ia lantas menyerahkan seekor sapi untuk dijadikan tumbal. Namun hingga saat ini, pembuatan jalan alternatif itu belum tuntas juga. eko/jss