Berbagai mukjizat hadir mengiringi kelahiran wanita suci ini. Attar mengungkapkan, pada malam kelahiran Rabi’ah, orang tuanya tak mampu menyediakan baju hangat dan lampu untuk menyambut kelahiran anak keempat mereka (Rabi’ah mempunyai arti keempat). Ketiga kakak Rabi’ah semuanya adalah wanita.
Ibu Rabi’ah menyuruh suaminya mencarikan minyak untuk lampu ke tetangganya, namun suaminya menolak. Tolakan itu dikarenakan sebagai seorang sufi sejati ia hanya berharap pada bantuan Allah untuk pemenuhan kebutuhannya.
Putus asa, sang ayah pun tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang berkata, janganlah engkau bersedih. Anak perempuan yang akan lahir ini akan menjadi wanita suci besar yang suri tauladan dan ajarannya akan diikuti oleh tujuhpuluh ribu umatku.
Esok hari kirimlah surat ke Isa Zahdan, Amir dari Basrah. Ia telah melakukan sholat sebanyak seratus kali setiap harinya, dan Jum’at ini ia telah melalaikan kewajibannya. Katakan padanya, sebagai hukuman ia harus membayarmu empat ratus dinar.
Ayah Rabi’ah pun terbangun dan menangis tersedu-sedu. Ia pun menulis sepucuk surat, seperti yang telah dianjurkan Rasulullah dalam mimpinya. Setelah Amir membaca surat itu, ia pun berkata, akan memberi lelaki miskin ini dua ribu dinar sebagai ucapan terima kasih. Melaluinyalah pemimpin negeri itu diingatkan oleh Rasulullah.
“Beri padanya pula (Amir menyebut ayah Rabi’ah sebagai Shaykh) empat ratus dinar dan suruh ia menemuiku. Namun tak pantas bagi orang seperti dia untuk menghadapku. Akulah yang akan datang menemuinya. Akan kuusapkan jenggotku pada pintu rumahnya,” kata Amir itu.
Disamping keberuntungan itu, Attar juga bertutur tentang bala yang menimpa keluarga Rabi’ah. Ketika Rabi’ah sudah agak besar, kedua orangtuanya meninggal dan Rabi’ah pun menjadi yatim piatu. Seiring dengan itu wabah penyakit menimpa kota Basrah dan ketiga kakaknya terpisah-pisah entah kemana.
Ketika Rabi’ah yang sebatang kara sedang berjalan keluar dari kotanya, seorang pria menculik dan menjualnya sebagai budak. Setelah dibeli oleh seorang pria seharga enam dirham, Rabi’ah disuruh kerja paksa.
Suatu hari seorang tak dikenal (yang melihat Rabi’ah tanpa kerudung) menghampirinya. Rabi’ah pun menghindar dan lari. Namun malang ia terjatuh, dan pergelangan tangannya terkilir. Ia menundukkan mukanya dalam debu dan berkata.
“Ya Allah, saya adalah anak tanpa ibu dan bapak, seorang yatim dan budak. Aku telah terjatuh dalam kungkungan perbudakan dan pergelangan tanganku terkilir, namun aku tak bersedih karenanya. Aku hanya ingin dan selalu akan menyenangkanmu Ya Allah. Aku tak tahu apakah aku telah menyenangkanMu atau belum.”
Namun setelah itu Rabi’ah terkejut, ketika mendengar suara seseorang yang tak dapat diketahui keberadaannya. Suara itu berkata, “janganlah engkau bersedih hai Rabi’ah. Pada Hari Pembalasan nanti kedudukanmu akan sangat mulia sebagaimana orang-orang yang telah dekat dengan Allah. Surga akan mengagungkanmu. (jss/bersambung)