SAWITPLUS.COM – Penggiat lingkungan di Riau kembali melayangkan desakan kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) agar mengevaluasi perizinanan 595 perusahaan di sektor kehutanan, dan pertambangan di Riau. Desakan ini muncul dari Jikalahari dan Walhi Riau.
Koordinator Jikalahari, Made Ali mengatakan, 595 perusahaa tersebut berkonflik dengan masyarakat hukum adat tempatan, merusak dan mencemarkan lingkungan hidup, mengemplang pajak, serta terlibat korupsi.
“Termasuk mengevaluasi kinerja Kapolda Riau dan Gubernur Riau yang lamban merespon laporan masyarakat juga tidak menjalankan instruksi Presiden Jokowi dan GNPSDA KPK akibatnya Riau berasap di musim kemarau, banjir di musim hujan, masyarakat yang jadi korban,” katanya, Rabu, 25 Juli 2018 di Pekanbaru.
Pada 26 Juli 2018 di Pekanbaru, Kemenkopolhukam sempat menggelar rapat bersama KLHK, ATR/BPN, Kemendagri, Kementan, Polri, Kapolda Riau, Gubernur Riau, Danrem 031 Wirabima, Kejati Riau, Bupati Kampar, Siak, Pelalawan, Indagiri Hulu, Kuansing, dan PT Ciliandra Perkasa.
Pertemuan itu mengupas undangan rapat evaluasi penyelesaian konflik perambahan hutan TN Tesso Nilo, tindak lanjut penyelesaian konflik PT. Ciliandra Perkasa dengan masyarakat Siabu, Kampar dan penanganan perambahan hutan di luar HGU PT. Ciliandra Perkasa dan Tindaklanjut penyelesaian konflik terkait penguasaan lahan masyarakat oleh PT. Aneka Inti Persada.
“Mengapa rapat yang menghadirkan pusat dan muspida di Riau lebih dari 60 orang dari berbagai instansi pemerintah hanya membahas konflik di Taman Nasional Tesso Nilo, PT. Ciliandra Perkasa dan PT. Aneka Inti Persada? Apa motifnya?” kata Direktur Eksekutif Walhi Ria, Riko Kurniawan.
“Padahal ada 595 perusahaan kehutanan, perkebunan dan Tambang yang berkonflik di Riau yang merampas hutan tanah masyarakat adat dan tempatan,” sambungnya.
Pada 2015, Pansus Monitoring Perizinan menemukan 417 dari 513 perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak berizin dominan berada di dalam kawasan hutan seluas 1,8 juta hektar yang telah merugikan keuangan negara berupa tidak membayar pajak Rp 34 Triliun per tahun.
Temuan terhadap perusahaan tambang dan kehutanan, juga hampir sama, kerugian negara triliunan. Kinerja Irjenpol Nandang lebih dari 200 hari menjabat sebagai Kapolda Riau lamban merespon laporan masyarakat.
Jikalahari bersama Koalisi Rakyat Riau melaporkan 82 korporasi HTI dan Sawit yang terlibat kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup, perkembangan penyidikan kembali SP3 15 korporasi pembakar hutan dan lahan 2015.
“Tidak menunjukkan perkembangan penyidikan,” kata Made Ali. “Padahal ini bentuk komitmen Jokowi agar penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan.”
Sedangkan Kinerja Gubernur Riau Andi Rahman terkait penerbitan Perda No 10 tahun 2018 tentang RTRWP Riau 2018-2038 yang penuh kontroversi karena tidak menyelesaikan konflik hutan tanah antara masyarakat adat dan tempatan melawan korporasi. Perda No 10 ini 90 persen menguntungkan korporasi.
“Padahal kinerja Kapolda dan Gubernur berperan penting menghentikan kebakaran hutan dan lahan.Kebakaran yang terjadi sejak Juli ini bukti kinerja Kapolda dan Gubernur buruk,” sambung Riko.
Jikalahari dan Walhi Riau juga mendesak kepada Kemenkopolhukam juga memasukkan agenda pembahasan PP No 54 Tahun 2018 tentang Strategi Pencegahan Korupsi, sebab fokus strategi tersebut membahas perizinan dan tata niaga, keuangan negara dan penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
“Jangan hanya membahas tiga agenda tersebut, sebab tidak adil dan terkesan tebang pilih,” kata Riko Kurniawan.
Jikalahari dan Walhi Riau merekomendasikan pada Kemenkopolhukam agar Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Menteri Kemenkopolhukam, Wiranto karena hanya memfasilitasi penyelesaian konflik di Taman Nasional Tesso Nilo dan areal korporasi perkebunan kelapa sawit, padahal Reforma Agraria semestinya menyelesaikan konflik di 595 perusahaan kehutanan, perkebunan dan tambang.
Selain mengevaluasi 595 perusahaan kehutanan, tambang dan sawit, juga mempercepat koordinasi dan implementasi Reforma Agraria berupa Tora dan Perhutanan Sosial di Propinsi Riau sebagai salah satu jawaban penyelesaian konflik tenurial di Provinsi Riau.
Membuka informasi motivasi Kemenkopolhukam hanya menyelesaikan konflik PT. Ciliandra Perkasa dan PT. Aneka Inti Persada. Jangan sampai motifnya untuk kepentingan perusahaan dan elit-elit politik. (**)