Luwak pintar pasti hasilkan kopi berkualitas. Pedoman itu diterapkan Agus Samsudin, pemilik Kopi Luwak Jatimulyo (KLJ). Butuh waktu 6 tahun bagi Agus untuk mengembangkan usaha Kopi Luwak. “Semua kenikmatan Kopi Luwak intinya ada pada luwaknya,” ujar Agus.
Pria yang juga mahir dalam bidang arsitektur ini mengatakan bahwa tidak mudah mencari luwak yang pintar. “Bagi saya luwak pintar itu adalah luwak yang pintar dalam hal memakan kopi dan tidak mudah stress ketika melihat orang,” tuturnya.
Sebelum memulai bisnis KLJ, Agus melakukan riset pribadi terhadap hewan luwak. Dibandingkan dengan tupai dan tikus, luwak memang dinilai paling baik dalam mengolah kopi di tubuhnya. Tupai cenderung berantakkan ketika memakan kopi, sedangkan tikus harus menimbun dulu kopinya hingga menggunung lalu dimakan bersama kawanannya.
Berbeda dengan dua hewan tadi, luwak dikenal sangat rapi dalam memakan kopi. Biji kopi yang dimakan oleh luwakpun dikeluarkan lagi dengan utuh karena luwak hanya mengambil sari-sarinya saja dari bijih kopi tersebut. Atas dasar itulah luwak dipilih sebagai salah satu bentuk inovasi kopi.
Kandang dan tempat tinggal luwak juga diperhatikan oleh Agus. Mulanya ia menggunakan kandang berbentuk rumah-rumahan, namun hasilnya luwak menjadi penakut dan mudah stress. Oleh karena itu, Agus menggunakan kandang terbuka yang berukuran sedang agar luwak menjadi luwes dan tidak takut pada orang.
Dalam hal makanan, Agus juga memperhatikan secara detil. “Kebanyakan luwak maunya diberi makan buah yang sudah dikupas karena mereka tidak mau makan buah yang masih ada kulitnya,” jelasnya. Setelah memahami tentang dasar-dasar tersebut, mulailah Agus menyeleksi luwak mana saja yang cocok untuk tinggal di kebunnya.
Saat ini Agus memiliki sekitar 22 luwak yang berkualitas. Dalam memilih luwak, Agus tidak main-main. Perlu waktu baginya untuk melakukan proses seleksi. “Saya selalu membeli sekitar 30 luwak ketika belanja. Dari jumlah sebanyak itu hanya ada satu yang saya taruh di kebun,” papar Agus.
Dari 22 luwak yang dimilikki Agus, satu diantaranya adalah luwak putih. “Saya menyebut ini sebagai rajanya luwak, karena sangat langkah,” tegasnya.
Selain selektif dalam memilih luwak, konsumsi kopi yang dijadikan sebagai makanan harus diperhatikan. Alasan itulah yang membuat Agus membuat perkebunan kopi di Gunung Mujur dan Poncokusumo. Kopi yang dihasilkan memiliki kadar air yang rendah agar luwak mau memakannya
Pada kesempatan yang sama, Agus juga memaparkan proses pembuatan kopi luwak. Pertama, panen kopi di kebun kopi sebagai makanan luwak. “Kopi yang dipanen harus benar-benar sudah matang, berwarna merah keunguan,” tandasnya.
Buah kopi yang telah dipanen dicuci bersih dan pada jam 4 sore disajikan pada luwak untuk dimakan. Luwak biasanya memakan kopi-kopi tersebut pada malam hari. Keesokan harinya baru bisa dipanen. Hasil panenan kemudian dicuci bersih lalu dijemur selama dua hingga tiga bulan.
Setelah kopi luwak kering dijemur, maka kulit arinya dibuka dengan cara dibilas menggunakan air, lalu dijemur lagi selama satu bulan. Proses terakhir adalah melakukan penggorengan dan pembubukan. “Ada pembeli yang membeli dalam bentuk bijian ada pula yang berminat dalam bentuk bubuk,” ucap Agus sembari menyeduh kopi Luwak buatannya. Ardi Wina Saputra