Di Uni Eropa (EU), Prancis, Belgia, Italia dan beberapa negara Skandinavia, sejumlah pelaku bisnis makanan memasarkan dan mengiklankan produknya dengan penambahan label ‘no palm oil’ atau ‘palm oil free’. Tidak mengandung minyak sawit, atau bebas minyak sawit.
Kampanye ini merendahkan minyak kelapa sawit. Pelabelan itu menyesatkan, salah, dan sebagai bentuk kecurangan. Hanya karena takut kalah bersaing, maka produk lain direndahkan, sambil memuji-muji produknya sendiri, yang ternyata, dalam temuan terbaru, minyak canola menyebabkan kerusakan otak.
Pelabelan negatif terhadap minyak kelapa sawit itu juga merupakan pembohongan. Mereka melihat berdasar pada dampak lingkungan, tetapi tidak menuliskannya berdasar kandungan nutrisinya. Untuk itu pihak-pihak yang dirugikan, utamanyya Indonesia dan Malaysia harus melakukan intervensi untuk melindungi konsumen dan memulihkan persaingan yang tidak sehat itu di pasar makanan.
Label ‘No palm oil’ atau ‘palm oil free’ sering disajikan dalam konteks berbagai pembenaran lingkungan. Selalu, kelapa sawit dituin sebagai penyebab utama deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati di Asia Tenggara.
Kampanye hitam ini sering disertai pesan emosional untuk menggerakkan konsumen dan memaksa mereka untuk percaya, bahwa apa yang ditransmisikan adalah benar.
Praktik ini adalah generalisasi yang tidak berdasar. Kampanye negatif ini juga masuk kategori menyesatkan menurut undang-undang UE dan negara-negara anggotanya. Sebab label itu menipu konsumen, mempengaruhi perilaku ekonomi mereka.
Kampanye hitam ini mengabaikan fakta, bahwa sebagian besar minyak kelapa sawit saat ini sudah disertifikasi sebagai ‘berkelanjutan’ berdasarkan skema efektivitas dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, label ‘no palm oil’ sangat membingungkan dan menyesatkan konsumen. Ini mentransmisikan pesan yang pendek, sederhana dan langsung, dengan mengorbankan kebenaran, kompleksitas dan ketepatan. Operator bisnis makanan memang harus memuji kebajikan produk mereka dari sudut pandang positif, tetapi tidak dengan cara merendahkan produk atau zat tertentu, bahan atau nutrisi lainnya melalui generalisasi yang tidak berdasar.
Label ‘tidak ada minyak kelapa sawit’ sering disajikan sebagai klaim nutrisi, menunjukkan bahwa tidak adanya minyak ini memiliki efek positif terhadap kesehatan.
Operator terlibat dalam praktik ‘label negatif’. Mempromosikan keutamaan produk mereka sendiri, seolah-olah makanan yang mengandung minyak bunga matahari atau minyak lobak adalah baik, dan selalu menduga negatif terhadap produk pesaing.
Mereka menyebarkan informasi buruk dan tidak akurat, seperti gagasan minyak kelapa sawit ‘sangat kaya akan lemak jenuh’, sehingga konsumsinya ‘mengarah pada risiko kardiovaskular’, dan mengandung lemak trans.
Dalam membuat tuduhan ini, operator tidak mempertimbangkan bahwa minyak kelapa sawit sebenarnya mengandung keseimbangan alami dari lemak tak jenuh tunggal, dan tak jenuh ganda, selain tidak mengandung lemak trans sama sekali.
Sekali lagi, tuduhan ini merupakan generalisasi yang menipu. Sebagian besar tidak berdasar dan ditujukan untuk merendahkan minyak sawit untuk mempromosikan minyak nabatinya yang lebih sehat.
Klaim ‘tidak mengandung kelapa sawit’ dan ‘bebas kelapa sawit’ ini adalah ilegal. Klaim negatif itu biasanya dipasarkan dan dipromosikan melalui situs web, selebaran atau media terkait.
Memang, untuk memastikan konsumen mendapatkan informasi yang dapat dipercaya dari label produk, bagian yang relevan dari undang-undang Uni Eropa mengizinkan, sejumlah ‘klaim gizi’ seperti ‘bebas lemak’ ‘bebas lemak jenuh’ dan ‘bebas gula’, untuk beberapa nama saja.
Sebagai tambahan, Peraturan Informasi Makanan dan Konsumsi (FIR) Uni Eropa yang diberlakukan mulai tanggal 13 Desember 2014, memberikan tolok ukur lain yang berguna untuk menggugat klaim itu.
Di bawah FIR, setiap produk makanan yang mengandung minyak nabati harus dicantumkan label yang menunjukkan minyak nabati spesifik yang dikandungnya. Daftar bahan harus detail, setelah menyebutkan ‘minyak nabati’, daftar asal sayuran tertentu dari minyak semacam itu juga harus dicantumkan.
Salah satu pendorong utama persyaratan baru ini adalah, dengan jelas, memberikan informasi yang lebih terperinci kepada konsumen mengenai komposisi bahan makanan yang tepat.
Konsumen perlu dilindungi dari kampanye kotor yang tidak memiliki agenda informatif dan hanya berusaha mengiklankan produk tertentu dengan mengorbankan keseluruhan industri.
Semua pihak harus secara efektif menangani masalah ini. Organisasi perlindungan konsumen UE juga harus mengambil sikap proaktif untuk memastikan bahwa konsumen tidak disesatkan. Diolah dari tulisan Fratini Vergano, Pengacara Eropa/jss