Ki Mesakat pulang ke rumah dengan membawa seekor burung Bayan. Saat di pintu ia disambut istrinya. Pemikat burung ini menceritakan pengalamannya, bahwa ia baru saja ditipu burung Bayan. Mendengar cerita suaminya itu, si istri heran dan setengah tak percaya. Bagaimana mungkin, burung (Jawa : peksi) bisa menipu manusia.
Tertarik dengan cerita sang suami, burung Bayan yang dibawa Ki Pemikat itu lalu diperiksa. Nampak kakinya kuning dan jenggernya merah, bulunya hijau mengkilap, badannya sebesar burung dara. Mata burung itu berbinar bercahaya bagaikan intan permata. Nyai Mesakat terpana. Dalam hatinya mengakui, burung Bayan ini memang cantik. Ia pun kemudian memberi makan Bayan itu agar tetap hidup.
Telah lama pemikat burung dan istrinya memelihara burung Bayan yang cantik itu dengan penuh kasih sayang. Suatu hari, tengah suami-istri pemikat itu istirahat sore di beranda, tiba-tiba mereka mendengar suara seperti berkata kepada si pemikat dan istrinya.
” Besarku tidak seberapa, kalau dimakan pun pasti tidak kenyang. Karena itu, nanti sesudah Ki Mesakat selesai merokok, lebih baik aku ini dijual saja. Pasti Ki Mesakat mendapat uang banyak, karena saya bisa berharga mahal.”
Mendengar suara yang berasal dari dalam rumah itu, pemikat dan istrinya menjadi heran. Mereka saling berpandangan. Mencari ke sana ke mari, siapakah gerangan yang bicara itu. Ketika mereka tak menemukan seorang pun di dalam rumah selain mereka berdua, keduanya pun celingukan mencari asal suara. Dan mereka pun tersadar, suara itu mungkin berasal dari burung Bayan.
Ki Pemikat dan istrinya pun menjadi terkejut. Dalam hati keduanya berkata, bagaimana mungkin ada burung yang bisa berbicara. “Tentu ini bukan burung biasa dan bukan pula burung liar,” pikirnya.
Selain bicaranya panjang, tutur kata yang keluar dari mulut burung itu juga halus. Kehalusan bahasa itu yang mudah memikat siapa saja yang mendengar. Walaupun setengah tak percaya, Kiai dan Nyai Mesakat sangat gembira. Mereka ternyata memelihara burung yang mempunyai keistimewaan.
Ki Mesakat dengan penuh keraguan bertanya pada burung yang dikurung dalam sangkar yang jelek itu. “Benarkah suara tadi memang ucapanmu wahai Bayan! Apakah benar engkau bisa berbicara dan bisa meninggikan harga jualmu jika nanti aku jual?” tanya Ki Mesakat. (bersambung)