Suatu hari, Ki Nangim sedang duduk di beranda, melihat orang lalu-lalang di jalan depan rumahnya. Ketika itulah Ki Mesakat lewat membawa burung Bayan yang warna bulunya indah, menarik siapa saja yang melihatnya. Saat itulah Ki Nangim melambaikan tangan. Ia memanggil Ki Mesakat.
Setelah dekat, Ki Nangim bertanya, burung apakah gerangan yang sedang dibawa Ki Mesakat, yang bulunya begitu indah. Ki Mesakat menyahut, burung yang dibawanya adalah burung Bayan. Ki Nangim lalu minta Ki Mesakat agar menjual saja burung Bayannya itu kepadanya. Ki Mesakat menyahut, “Jika Ki Nangim berminat membeli burung ini, silakan saja. Tapi harganya seratus juta rupiah (catatan : aslinya seratus rupiah). Ki Nangim kan orang kaya.”
Mendengar itu Ki Nangim tertawa keras. Ia pun berucap, “Sampeyan ini sudah tua, tapi tidak juga mengerti harga. Burung kecil yang hanya segenggam tangan, dimakan kucing saja tidak akan kenyang, kok sampeyan jual seratus juta rupiah.”
Mendengar jawaban juragan itu, Ki Mesakat diam bersabar. Namun burung Bayan yang mendengarnya tak tahan untuk berdiam diri. Ia pun berkata. ” Ya Tuhan. Walaupun saya ini hanya seekor burung kecil, tetapi saya juga makhluk Tuhan. Janganlah tuan menghina. Manusia itu memang derajatnya luhur, dan jika berlaku baik ia akan diganjar surga.
Namun manusia yang tidak mengerti kitab, batal dan haram dikerjakan, nanti pasti akan diganjar neraka. Dari pada jadi manusia begitu, maka lebih baik menjadi hewan, sapi atau kerbau saja. Sebab jika meninggal yang wajib akan dikenai dosa. Dagingnya halal, bisa pula dipakai kerja untuk membajak sawah. Tidak patut rasanya bagi manusia yang dagingnya haram berlaku maksiat dan merusak tata kehidupan,” kata burung Bayan itu panjang lebar.
Mendengar khotbah burung Bayan itu, Ki Nangim tampak terkejut. Bagaimana mungkin seekor burung bisa berbicara bagai seorang pendeta atau mubaligh.
Ki Nangim terdiam sejenak. Ia keheranan. Saat tersadar, ia pun berkata pada Ki Mesakat. “Baiklah paman, burung itu akan saya bayar seratus juta rupiah. Syaratnya, kalau burung Bayanmu itu bisa berbicara lagi.” (bersambung)