Yang utama bagi petani, bagaimana meloloskan kredit pinjamannya di bank sebagai modal mengelola kebun sawit. Maka tidak terbantahkan kalau pemerintah harus bersikap bijak pada masa depan petani, terlebih lagi petani sawit
“Sebenarnya jujur saya katakan, petani itu kalau misalnya gak ada Departemen (Kementerian) Pertanian, jalan sendiri dia. Tanyalah sama petani, ada manfaatnya gak Departemen Pertanian, gak ada manfaatny bagi dia,” kata Prof. Dr Almasdi Syahza, SE, MP pada Sawitplus.com.
Bagi dosen muda peneliti terbaik Dikti Jakarta tahun 2001 ini, untuk petani, yang penting bagaimana bisa meminjam uang di bank. Oleh sebab itu perhatian pemerintah harus kembali kepada petani, karena petani sudah memberikan banyak kontribusi pada negara.
Seharusnya pemerintah pusat harus kuat perhatiannya pada petani sawit. Tidak hanya petani, tapi juga termasuk pada perguruan tinggi yang kelak mencetak petani-petani profesional. “Universitas Riau butuh laboratorium terpadu terkait kelapa sawit. Riau itu provinsi dengan lahan sawit terluas.”
“Universitas Riau ini perlu labor riset terkait kelapa sawit. Kita berharap melalui GAPKI, Apkasindo, BPDPKS itu bisa memberikan bantuan untuk daerah. Kalau perlu kita minta Universitas Riau itu dibangunkan lab terkait kelapa sawit, sehingga dosen-dosen di sini lebih baik risetnya, ” kata pakar ekonomi pembangunan pedesaan ini.
Menurut Almasdi, terkait dengan itu, pemerintah pusat seharusnya berkomitmen untuk mengembangkan kelapa sawit ke depan, dalam bentuk intensifikasi (meningkatkan produktivitas petani: penggantian bibit baru, perbaikan jalan, pembangunan sarana dan pra sarana terkait kelapa sawit). Bukan dalam bentuk ekstensifikasi. Seharusnya di Riau itu sudah punya hilirisasi dari kelapa sawit. Dengan hilirisasi dari kelapa sawit, jumlah uang beredar di Riau ini kan lebih baik lagi.
“Makanya Riau dengan 18 provinsi penghasil sawit minta pemanfaatan kembali BK CPO yang dipungut dari perusahaan. Supaya daerah-daerah penghasil sawit itu bisa menghasilkan. Pajak tembakau, cukai rokok itu bisa? Kenapa BK CPO tidak?”
“Tahun 2017 kemarin kan peremajaannya di Medan. Itu kan gaya-gaya pemerintah saja, karena mau Pilkada saja itu. Diturunkan presiden seakan-akan ada perhatian. Seharusnya kan dari dulu dilakukan. Tapi gak apa-apa, baguslah. Supaya daerah kita dilihat-lihat juga oleh presiden kan. Tapi dari data saya saja berapa banyak yang harus diremajakan,” tanya Almasdi. oong