Burung Surga (37) : Bayan Bercerita, Sang Ayu Zaenab Batal Selingkuh

Humaniora0 Views

Mendengar laporan Ki Toyib itu, sang Prabu tersenyum dalam hati. Raja yang bijaksana ini kemudian berdiri. Ia minta perhatian semua pejabat kerajaan yang hadir. Hari itu ia bersumpah, bahwa tidak ada saudara baginya dan seluruh anak-cucunya di dunia ini hingga di akhirat nanti, selain Ki Toyib beserta seluruh keturunannya.

“Tidak boleh ada yang mengkhianati kesaksian ini. Para pejabat kerajaan, anak-cucuku, dan seluruh anak-cucu Ki Toyib,” kata Sang Prabu.

Mendengar titah Prabu itu, semua pejabat dan yang hadir menjadi terkejut, tak terkecuali Ki Toyib. Setelah itu, Ki Toyib diminta berganti busana pejabat kerajaan, lengkap dengan mahkota di kepala, bintang emas di dada, dan selempang gemerlap di pundaknya.

Bajunya berkancing dengan simbol huruf W. Tangannya dihiasi jam tangan mahal, dan diberi hadiah empat putri ayu kraton. Ki Toyib diangkat menjadi bangsawan dengan gelar adipati. Para menteri kerajaan banyak yang heran dengan tindakan sang Raja. Tapi itu hanya dipendam dalam hati. Tak ada yang berani bertanya, juga Ki Toyib.

Upacara menghadap raja sudah bubar. Ki Toyib yang tiba-tiba memperoleh anugerah kemuliaan bergelar adipati itu pun pasrah atas apa yang baru ia terima. Itu merupakan tamsil bagi orang yang setia, tulus mengabdi kepada gusti, yang pada akhirnya akan memperoleh balasan kebahagiaan tanpa disangka-sangka.

Pengabdi itu mesti merasa takut pada tuannya, dan hati-hati serta waspada. Tidak semaunya sendiri. Jangan suka jual bagus mumpung menang, suka pamer dan congkak, serta gampang terpengaruh cara hidup orang banyak yang belum tentu benar.

Jika berkuasa suka memerintah tanpa memberi contoh. Tidak mau dikritik, segala perintahnya harus dipenuhi. Senang jika dipuji, tapi lupa pada kepentingan orang banyak. Akibatnya, jika pensiun nanti akan dijauhi orang.

Mengabdi kepada sesama manusia itu jauh lebih gampang dibandingkan mengabdi kepada Gusti Allah, karena hanya memerlukan ketaatan lahir tanpa batin. Di dunia ini banyak orang mudah disuap dengan harta benda, tapi tidak demikian bagi Tuhan. Mengabdi kepada Tuhan lahir dan batin harus sama takut, ikhlas dan tawadluknya.

Semua amal akan sah jika disertai ilmu, kesabaran dan tawakkal dalam hati, serta tidak mudah mengeluh. Segala perintah Tuhan yang fardlu dan sunnah dijalankan, dan menjauhi yang maksiat.

Tawakkal berarti pasrah pada kehendak Yang Agung, karena manusia dihadapan Tuhan bagaikan mayang dengan gapitnya kelir dalam dunia pewayangan. Disini menunjukkan adanya peran si dalang yang menjadi penentu baik-buruknya si wayang.

Ketika kelir (layar) sebuah pagelaran dibuka, dan wayang-wayang dijajarkan pada sisi kiri dan kanan layar, seluruhnya mati, buta dan tuli. Tidak bisa bergerak jika belum ada titah sang dalang. Tidak ada pilihan bagi wayang selain terserah pada kehendak sang dalang. Hidup atau mati para tokoh dalam dunia pewayangan, juga susah dan senang, adalah hasil kerja si dalang.

Begitu pula kehidupan umat manusia. Hidup dan matinya, senang atau susah, ikhtiar dan pertobatan harus mengikuti perintah Tuhan. Berserah diri kepada Allah. Tuhanlah yang mempunyai sifat samak dan bashor, mengerti seluruh gerak-gerik hati manusia.

Panjang lebar burung Bayan bercerita dihadapan sang ayu Zaenab. Ia lalu meminta Zaenab segera menemui sang menteri satria muda bagus rupa.

Zaenab pun bangkit. Namun ketika melihat ke luar pintu, ternyata hari sudah mulai pagi. Bunyi bedug tanda waktu subuh sudah bertalu. Orang-orang kauman sudah mengumandangkan azan dan ramai membaca zikir. Para pedagang sebagian sudah pergi ke pasar untuk menunggu barang dagangan yang akan dibeli di perempatan jalan.

Pembantu sinyo Belanda juga sudah mulai membersihkan rumah. Itu membuat Zaenab merasa malu. Ia segera kembali masuk ke kamar tidur dan berselimut jingga. Namun hatinya yang resah dimabuk cinta membuatnya tak bisa memejamkan mata. Wajah sang satria muda bagus rupa terus membayang di pelupuk mata. (joss/bersambung)