Seks Caligula (16) : Pembantaian Massal Dimulai

Pilihan0 Views

Pagi di tanah lapang. Pesta perayaan untuk menyambut kenaikan tahta Caligula mulai digelar. Panggung raksasa berdiri megah. Yang menakutkan, di tanah lapang yang tak berumput itu tampak kepala-kepala manusia. Manusia hidup, yang seluruh tubuhnya ditanam di dalam tanah, dan hanya disisakan kepalanya saja. Mereka adalah orang-orang yang dipersalahkan.

Orang-orang yang dianggap tak patuh dengan perintah raja. Tak sejalan dengan para elit politik. Atau orang yang memang bersalah secara hukum dan harus dijatuhi hukuman mati.

Di antara kepala-kepala yang nampak bertebaran di tanah lapang itu, terdapat dua kepala manusia yang gampang dikenali. Mereka adalah Macro, mantan Menteri Pertahanan yang sekaligus teman akrab Caligula. Dan Ennia, istri Macro yang juga kekasih Sang Raja. Dengan wajah memelas keduanya bertangisan. Mereka sudah tak mampu lagi berteriak minta tolong. Sebab telah semalaman mereka melakukan itu.

Di tepi lapangan terdapat sebuah bangunan mirip kereta beroda. Kereta ini dijaga sepasukan pengawal istana bersenjata. Mereka berdiri di tengahnya. Dan menjaga segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Di roda kereta ini dilengkapi pisau guilotin yang sangat tajam. Bentuknya seperti baling-baling kipas angin, yang terus berputar dan membabat apa saja yang tersentuh. Alat-alat pembunuh yang sadis itu dijadikan sebagai properti untuk pentahbisan raja Caligula.

Saat matahari mulai meninggi, maka para pejabat kerajaan Romawi pun mulai berdatangan. Mereka memakai pakaian kebesaran warna-warni. Berpasang-pasang datang untuk menghadiri pesta akbar. Dan menyaksikan kegembiraan yang mengundang kengerian itu.

Nampak Caligula dengan muka berseri duduk di kursi kehormatan. Di sisinya, para menteri dan adiknya yang cantik, Drussila, serta para gundik istana, menemani.

Sedang di tempat yang agak berjauhan, para pembesar lain hadir bersama keluarganya. Mereka bermuka sama. Sama-sama cerah dan sama-sama riang. Saat upacara belum dimulai, Caligula melihat sesosok wajah cantik di kejauhan. Ia berbisik pada Menteri Keuangannya, dan bertanya, siapakah gerangan gadis molek yang paling menonjol di antara yang hadir itu.

Menteri yang berkepala plontos itu dengan senyum penuh arti mengatakan, bahwa dia adalah salah satu gadis Romawi yang masih perawan. Ia bakal disunting oleh salahsatu pengawal kerajaan, yang pesta perkawinannya tak lama lagi akan digelar.

Mendengar itu Caligula tertawa terbahak-bahak. Ia berkata: “Aku ingin merasakan bagaimana rasanya perawan.”

Terompet dibunyikan. Tanda upacara naik tahtanya Caligula dimulai. Para pasukan mulai berbaris, dan dilanjutkan dengan perayaan. Saat itulah bangunan beroda dengan baling-baling pisau mulai bergerak. Yang hadir melempari kepala-kepala manusia yang ditanam di tanah lapang itu dengan jeruk. Dan tak lama kemudian, kepala-kepala itu seperti rumput yang disabit, putus dari lehernya, dan kepalanya bergulingan seperti bola yang ditendang.

Setiap kepala itu tersabit baling-baling, teriakan gembira bergema. Mereka bertepuk tangan. Ada yang berdiri dan meneriakkan hidup Sang Raja. Acara keji dan bengis itu terjadi hingga siang hari. Dan sesiang itu, puluhan nyawa manusia tercerabut dari tubuhnya secara paksa. Tapi bagaimana dengan gadis yang menarik perhatian Caligula itu? (jss/bersambung)