Kumandang ‘Riau Merdeka’ tak lapuk ditelan zaman. Dari waktu ke waktu itu terus digemakan. Utamanya ketika rakyat Provinsi Riau mengalami tekanan dari pemerintah pusat. Atau mendapat hambatan akibat kebijakan Jakarta.
Dalam catatan sejarah, keinginan untuk ‘berpisah’ dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu belum mengakar dan tidak menampilkan sosok pemimpin yang dijadikan martir. Itu yang membuat gerakan ini sebatas sebagai wacana atau kritik konstruktif terhadap jalannya roda pemerintahan Indonesia.
Ini gaung ‘Riau Merdeka’ yang pernah mencuat ke permukaan :
1.Tanggal 15 Maret 1999, Tabrani Rab mendeklarasikan Riau Mereka dan mengangkat dirinya sebagai presidennya. Dan di tahun 2006 dia kembali mendeklarasikan tuntutannya untuk Riau Merdeka.
2. Tahun 2016, Intsiawati Ayus, anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesai (DPD RI) asal Provinsi Riau dalam sebuah diskusi bertema ‘Penguatan Fungsi Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia’ di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta mendeklarasikan Riau Merdeka.
Alasannya, selain aspirasi Riau Merdeka itu pernah diperjuangkan oleh ayahnya, juga karena dilandasi kenyataan, modal Riau untuk merdeka masih ada dan lebih dari cukup. Dengan merdeka, maka Riau dengan segala kekayaan alamnya tidak lagi harus berbagi dengan daerah lain.
Selain itu, karena saat itu DPD hendak dibubarkan. Maka kata Ayus, DPD ini bekerja untuk mempertahankan NKRI. Kalau parpol serius bubarkan DPD, kami juga serius memperjuangkan kemerdekaan Riau.
3. Tahun 2017, ungkapan Riau Merdeka meluncur dari DPRD Siak. Dana kurang DBH tahun 2015 dan 2016 tidak kunjung cair mengakibatkan honor PNS dan DPRD Siak tidak kunjung keluar.
Mereka meminta penjelasan mengenai dana kurang bayar dan tunda bayar itu pada Kementerian Keuangan pusat. Mereka diterima Kabid Perencanaan DBH Dirjen Perimbangan Daerah Kementerian Keuangan RI, Tohjaya dan Sitorus.
Terjadi perdebatan alot. Ketua DPRD Siak, Indra Gunawan, Wakil Ketua dan Ketua Pansus LKPJ, Ismail Amir, mempertanyakan kepastian jumlah dana kurang bayar 2015 yang berjumlah Rp 45 miliar dan Rp 110 miliar tahun 2016, tetapi mendapat penjelasan yang tidak memuaskan.
“Dan kita mengancam. Jika daerah penghasil minyak tidak dipedulikan oleh pusat, maka kita dari Riau akan mengancam buat gerakan Riau merdeka. Dan jika perlu kami lebih baik bergabung dengan negara jiran Malaysia dari pada ke sini.” detik.com/riauonline/kabarindonesia/jss