BALI – Pemerintah menilai produktivitas minyak kelapa sawit menjadi yang paling tinggi dibanding minyak nabati lainnya sehingga tidak mungkin ditinggalkan. Selain itu, minyak kelapa sawit juga lebih dapat menjamin pemenuhan kebutuhan minyak nabati dan turunannya secara global yang terus meningkat.
Penegasan itu disampaikan Menko Perekonomian Damin Nasution dalam keynote speech saat membuka International Conference on Oil Palm and the Environment (ICOPE) 2018 di Nusa Dua Bali, Rabu (25/4). “Dunia itu sebenarnya boleh saja banyak yang mengkambinghitamkan kelapa sawit, tidak benar itu. Kita menggunakan lahan yang sudah ditebang sejak 30-60 tahun yang lalu. Kalau tidak ditanami kelapa sawit, hancur tanahnya. Dengan adanya tanaman yang produktivitasnya sangat tinggi ini, sebetulnya ini lebih menjamin pemenuhan kebutuhan dunia terhadap minyak nabati dan turunannya. Sehingga tidak bisa secara logika, tidak bisa ditinggalkan (kelapa sawit) karena paling produktif,” ujarnya.
Darmin menilai maraknya kampanye negative dari sejumlah Negara-negara Eropa tidak akan menyelesaikan masalah. “Yang betul adalah, mari kita bicara supaya komoditas efisien dan produktif ini sejalan dengan kebutuhan mengenai environment,” ujarnya.
Karena itu, Darmin menyoroti ajang ICOPE 2018 yang bertujuan positif guna membuat solusi bersama terkait industri kelapa sawit yang berkelanjutan. “Acara ini menarik karena dalam acara ini duduk bersama-sama, pekebun, aktivis, pemilik kebun kelapa sawit, bersama-sama dengan environmentalist, bersama-sama dengan para pakar, yang mungkin mendukung ataupun mungkin agak kritis kepada kelapa sawit. Tapi justru karena kedatangannya itu, acara ini menjadi menarik sehingga dialog dan diskusi mereka di dalamnya akan membawa dampak, bukan hanya dampak berdiskusi tapi saling memahami. Pada akhirnya, solusi itu kerjasama, bukan saling bertahan di posisi masing-masing. Saya kira itu yang paling penting,” paparya.
Chairman ICOPE 2018 JP Caliman, menjelaskan ICOPE 2018 bertujuan untuk menghadirkan solusi peningkatan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan dengan pendekatan sains dan teknologi. Selama 11 tahun sejak dimulai pada 2007, ICOPE tetap teguh dalam menangani isu-isu dampak lingkungan dari produksi minyak sawit.
Menurut dia, ICOPE telah mendapatkan pengakuan global dalam komunitas ilmiah sebagai sumber daya yang berguna dan tidak bias untuk hal-hal yang berkaitan dengan produksi minyak sawit dan keberlanjutan. ICOPE adalah satu-satunya konferensi internasional yang didedikasikan untuk kelapa sawit dan lingkungan dengan jumlah peserta sebesar itu.
“ICOPE dimulai 11 tahun yang lalu oleh tiga mitra yang berbagi nilai yang sama untuk tujuan mencapai keberlanjutan industri kelapa sawit, bersemangat untuk bekerja dalam kolaborasi, dan merengkuh kepercayaan dalam sains,” ujarnya dalam sambutan pembukaan ICOPE 2018.
Ketiga mitra yakni WWF-Indonesia, CIRAD-France, dan PT SMART Tbk merupakan pemimpin di bidang kegiatan masing-masing. WWF berperan dalam mengidentifikasi isu-isu lingkungan dan mengadvokasi solusi, CIRAD berperan memvalidasi relevansi ilmiah dan ketahanan solusi, dan SMART menguji kelayakan operasional solusi.
Keberhasilan ICOPE dalam perkembangannya selama 11 tahun tidak lepas dari dukungan berkelanjutan dari pemerintah Indonesia. “Kami percaya ini adalah kunci yang berkontribusi terhadap keberhasilan ICOPE,” tuturnya.
Pada penyelenggaraan ICOPE 2018, pemerintah Prancis melalui Kedutaan Besarnya di Jakarta dan Singapura bersedia bergabung. “Kami berharap mendapatkan pemerintahan tambahan di tahun-tahun mendatang,” paparnya.
Tidak hanya dukungan yang konsisten dari pemerintah, lanjut dia, ICOPE juga didukung oleh beberapa inisiatif seperti RSPO dan ISPO, yang menyambut inisiatif untuk keberlanjutan industri kelapa sawit. Tema konferensi 2018 ini yakni “Merengkuh Minyak Sawit Berkelanjutan: Solusi untuk Produksi Lokal dan Perubahan Global” bertujuan mencari solusi yang berkontribusi terhadap perubahan global dari tren atau risiko negatif saat ini, ketika sedang beroperasi oleh petani, dan meningkatkan kemakmuran mereka.