Melihat Keunikan Perang Topat di Pulau Lombok

Tinggal hitungan hari lebaran Idul Fitri tiba. Ada banyak keunikan di daerah dalam merayakannya. Juga di Pulau Lombok dengan Perang Topat di hari ketujuh lebaran.

Meski rutin, lebaran di Pulau Lombok tetap menarik.  Bukan acara silaturahminya, tapi ritual lebaran topat (demikian orang Lombok menyebutnya)– yang jatuh  pada hari ketujuh bulan Syawal.

Pada hari itu, masyarakat Lombok mengadakan pesta sangat meriah. Bersama-sama anggota keluarga, mereka mendatangi pusat-pusat peziarahan sekaligus berwisata dengan perbekalan yang nyaris sama; topat (ketupat).

Keadaan ini tidak terlalu tampak pada tanggal 1–6 Syawal. Sebab, umumnya, usai salat Id, mereka hanya ke makam-makam keluarga dan silaturahmi ke tetangga kanan-kiri. Setelah itu, keadaan kembali biasa.

Dari segi keramaian kalah jauh dibanding peringatan Maulid di sana. Pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, di Lombok bisa berlangsung selama sebulan penuh dengan intensitas kunjungan yang luar biasa.

Secara tradisi, perayaan lebaran topat di sana memang unik. Tanggal 6 Syawal, mereka membuat topat. Di samping itu, juga dilengkapi dengan  dengan lauk-pauk berupa sate pusut (sate kelapa campur daging), sambal kelapa, dan jangan (sayuran mentah dicampur santan berbumbu).

Itu yang pokok. Tetapi, ada pula yang melengkapinya dengan  ayam bakar. Yang terakhir ini tentu saja bagi yang mampu. Mengapa mesti seragam?

“Itulah tradisi. Meski dunianya sudah maju, tradisi-tradisi yang dianggap masih cocok tetap dipertahankan. Karena itu, dalam lomba topat, keaslian sajian dan nilai rasanya mendapatkan nilai tinggi,” kata H Jalaluddin Arzaki, tokoh budaya Lombok. jss

Share