Rabi’ah Al-Adawiyyah (6) : Menghidupkan Keledai Mati di Padang Pasir

Ada lagi kisah yang berlangsung pada periode yang sama. Rabi’ah berencana melakukan ibadah haji. Ia mempersiapkan bekal yang cukup yang ditaruh di pundak seekor keledai.  Dalam perjalanan melalui padang pasir, keledainya mati. Para pelancong yang menemuinya di jalan menawarkan bantuan membawakan barang-barang Rabi’ah.

Namun Rabi’ah menolaknya. Ia menyuruh mereka melanjutkan perjalanan. Ia tak menggantungkan dirinya pada pertolongan orang. Ia hanya percaya pada bantuan Allah semata dan bukan pada makhluk-Nya.

Orang-orang pun berlalu meninggalkannya sendiri. Rabi’ah pun berdoa memohon petunjuk dari Allah. Belum tuntas doanya, keledainya yang mati tadi bangun. Berdiri dengan tegak. Rabi’ah kembali menaruh bekalnya di pundak keledai dan melanjutkan perjalanannya. Seorang pelancong yang berpapasan dengan Rabi’ah mengatakan, telah melihat keledai yang mati itu dijual di sebuah pasar.

Ada lagi yang menuturkan, ketika Rabi’ah berdoa di tengah  padang pasir yang mematikan, seketika itu pula Allah, tanpa perantara, berbicara dengannya. Ratapan dan doa Rabi’ah yang ingin bertemu Allah mendapat isyarah langsung dalam kalbunya.

“Wahai Rabi’ah.. Ketika Musa ingin sekali melihat Wajah-Ku, Aku hancurkan Gunung Sinai dan terpecah menjadi empat puluh potong. Tetaplah berada di situ dengan Nama-Ku.”

Juga ketika Rabi’ah sedang dalam perjalanan menuju Mekkah, tiba-tiba saja Ka’bah itu datang menghampiri dirinya, dan berkatalah Rabi’ah, aku hanya ingin bertemu dengan tuan rumah, buat apa aku menemui rumahnya semata?

“Aku ingin bertemu dengan yang mengatakan, barang siapa mendekat pada-Ku sedekat jengkalan jari, maka Aku akan mendekatinya sejauh sebutir pasir. Ka’bah yang aku lihat ini tidak mempunyai kekuatan apa pun terhadapku. Kepuasan apa yang kudapat hanya dengan melihat sebuah Ka’bah tanpa bertemu dengan si Empunya?” (jss/bersambung)

Share