JAKARTA-Duta Besar Jerman mengapresiasi perkebunan sawit Indonesia yang menerapkan praktek keberlanjutan (sustainability practices). Jerman juga tolak diskriminasi terhadap sawit yang digelorakan di Uni Eropa (UE).
Itu disampaikan Michael Freiherr von Ungern-Sternberg, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Federal Jerman untuk Republik Indonesia, Timor Leste dan ASEAN, dalam kunjungannya ke perkebunan sawit PT Paya Pinang di Desa Paya Pinang, Kabupaten Sergai, Sumatera Utara, pada Jumat (9 Januari 2018), kemarin.
Menurut Kacuk Sumarto, Ketua Bidang Otonomi Daerah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Dubes Jerman beserta stafnya diajak berkeliling perkebunan karet dan sawit milik PT Paya Pinang. Di perkebunan karet, Kacuk Sumarto menjelaskan pengolahan karet dari hulu sampai hilir.
“Mereka tertarik proses produksi karet yang sederhana tetapi menghasilkan mutu berkualitas tinggi,”kata Kacuk yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT Paya Pinang dalam sambungan telepon.
Di perkebunan sawit, diceritakan Kacuk, Dubes Jerman melihat kegiatan pemanenan sawit. Ketika ada brondolan buah sawit di pohon, Kacuk lalu membelah buah untuk mencicipinya. Dubes Michael Freiherr disodori buah yang telah dibelah lalu menggigitnya. “Rasanya tidak aneh dan biasa,” kata Dubes Michael seperti diceritakan Kacuk.
Menurut Kacuk, dirinya sengaja menyodorkan buah sawit yang dibelah tadi untuk menunjukkan sawit aman untuk dikonsumsi. Apalagi sawit punya kandungan nutrisi yang tinggi seperti betakaroten.
Kunjungan Dubes Michael ke perkebunan sawit adalah yang pertama kali di Indonesia. Kedatangannya bertujuan menyerap informasi seputar industri kelapa sawit dan aspek positif di dalamnya.
“Selain ke kebun, saya ajak Pak Dubes melihat kegiatan pengolahan buah menjadi minyak di pabrik sawit,” tuturnya.
Pada malam harinya, Kacuk Sumarto didampingi Sabri Basyah (GAPKI Aceh) dan Mino Lesmana (GAPKI Sumut) makan malam bersama Dubes Michael Freiherr sambil berdiskusi. Dalam kesempatan ini, Dubes Michael memberikan sikap positif terhadap pengembangan industri sawit yang telah berjalan di Indonesia.
Dubes Michael mendukung perlakuan yang fair dan non-diskriminasi terutama hambatan kebijakan perdagangan yang bersifat tarif dan non-tarif. Bicara sertifikasi, dia juga menentang diskriminasi standar palm oil yang sebaiknya tidak berupa standar RSPO.
“Dubes Michael juga meminta sawit diusahakan lebih berkeadilan. Artinya ada sinergi antara petani dan pengusaha. Selain itu, dia mendukung pelaksanaan ISPO untuk digunakan semua pelaku usaha,” tambahnya.
Kacuk Sumarto menjelaskan, dia menyampaikan empat aspek penting dalam pertemuan itu. Pertama, sawit Indonesia tidak butuh perlakuan istimewa tapi diberikan perlakuan fair dan adil.
“Kedua, saya sampaikan, bahwa sawit Indonesia berupaya memperbaiki tata kelolanya. Karena pelaku sawit sangat beragam, terdiri dari pelaku usaha dan petani. Kami menuju perbaikan melalui standar ISPO,” ujarnya.
Dubes Jerman mendukung pelaksanaan ISPO karena bersifat wajib bagi semua pelaku usaha perkebunan. Apalagi ISPO ini merupakan praktik sustainability yang mengacu kepada aturan pemerintah. “Seharusnya, pelaku sawit yang menerapkan ISPO berhak atas harga premium juga,” kata Dubes Michael.
Ketiga, menurut Kacuk, perkebunan sawit dibangun di atas lahan terdegradasi bukan hutan primer. Saat di perkebunan, menurut Kacuk, dirinya menjelaskan bahwa perkebunan sawitnya menggunakan pupuk organik sekitar 65%.
“Saya jelaskan juga falsafah sustainability di perkebunan. Alasan memakai pupuk organik itu karena dari tanaman harus kembali pada tanaman. Penggunaan limbah di kebun sawit merupakan bagian dari zero waste,” terangnya.
Mendengar penjelasan ini, Dubes Jerman merasa takjub dan mengapresiasi kebijakan zero waste di perkebunan sawit. Untuk itu, dia mengusulkan supaya GAPKI menyampaikan praktik sustainability sawit itu kepada NGO di Jerman. Langkah ini diambil untuk menghindari kampanye negatif yang gencar disuarakan NGO di Benua Eropa.
Aspek keempat dijelaskan Kacuk, bahwa perkebunan sawit dibangun untuk mensejahterakan masyarakat karena pemainnya merupakan smallholder dan komitmen terhadap sustainable.
Di penghujung pertemuan, Dubes Michael menawarkan dialog lanjutan dengan pengurus GAPKI sebagai upaya membangun komunikasi dengan stakeholder lain.
Menanggapi permintaan ini, Kacuk menyambut baik usulan Dubes dan telah meminta kepada Sekretaris Dubes untuk diatur jadwal pertemuan antara GAPKI dan Kedubes Jerman.
“Kami juga menyampaikan, bahwa GAPKI siap berdialog dengan Kedubes lain maupun NGO untuk mengkomunikasikan aspek positif dan kontribusi sawit,” tuturnya. ass/jss